Inilah Syarat-Syarat Paling Utama Diterima Ibadah Seseorang
Arti Ibadah secara bahasa yaitu tunduk dan menghinakan diri serta khusyu’. Di dalam kamus Al Mu’jam Al Wasith ibadah artinya ”tunduk kepada Tuhan yang menciptakan”. Imam Al Qurthuby berkata ”Asal ibadah ialah tunduk dan menghinakan diri”.
Secara istilah arti ibadah yaitu sebagaimana perkataan Ibnu Katsir : “Ibadah yaitu taat kepada Tuhan dengan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang”. Kemudian Ibnu Taimiyah berkata : “Ibadah ialah sesuatu yang meliputi semua masalah yang dicintai dan diridhoi Tuhan berupa perkataan atau perbuatan yang nampak atau pun tidak nampak”.
Apa Itu Hukum Ibadah
Hukum asal dari ibadah yaitu haram kecuali ada dalil. Maksudnya yaitu semua bentuk ibadah yaitu haram untuk dikerjakan kecuali jika ada dalil dari Al-Qur’an Al-Karim atau Hadits Shohih yang mewajibkannya atau mensunahkannya. Seperti sholat, puasa, zakat, haji yaitu haram dikerjakan pada asalnya, namun dikarenakan ada dalil yang mewajibkannya maka hukumnya menjadi wajib untuk dikerjakan.
Dalil wacana wajibnya sholat dan zakat yaitu firman Tuhan SWT yang artinya: “Dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat” (QS. Al Baqarah : 83)
Dalil wacana kewajiban puasa yaitu firman Tuhan SWT yang artinya: “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian semoga kalian bertakwa” (QS. Al Baqarah : 183)
Dalil wacana kewajiban haji yaitu firman Tuhan SWT yang artinya : Mengerjakan haji yaitu kewajiban insan terhadap Tuhan yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”. (QS. Ali ‘Imran : 97)
Kemudian sabda Rasulullah SAW bersabda : “Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu : persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Tuhan SWT semata dan persaksian bahwa Muhammad yaitu hamba dan rasul –Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa romadhon dan pergi haji”. [ HR. Bukhari dan Muslim]
Inilah Syarat Paling Utama di Terima Ibadah Seseorang
Peribadatan seorang hamba yang muslim akan diterima dan diberi pahala oleh Tuhan SWT apabila telah memenuhi dua syarat utama berikut ini, yaitu :
1. Ikhlas
Ikhlas merupakan salah satu makna dari syahadat ‘bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Tuhan SWT’ yaitu semoga mengakibatkan ibadah itu murni hanya ditujukan kepada Tuhan semata. Tuhan SWT berfirman yang artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Tuhan dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”. [QS. Al Bayyinah : 5]
“Maka beribadahlah kepada Tuhan dengan memurnikan ketaatan (mu) untuk-Nya.” [QS. Az Zumar : 2]
Kemudian Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Tuhan tidak mendapatkan suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah”. [HR. Abu Dawud dan Nasa’i]
Lawan daripada tulus yaitu syirik (menjadikan bagi Tuhan tandingan/sekutu di dalam beribadah, atau beribadah kepada Tuhan tetapi juga kepada selain-Nya). Contohnya : riya’ (memperlihatkan amalan pada orang lain), sum’ah (memperdengarkan suatu amalan pada orang lain), ataupun ujub (berbangga diri dengan amalannya). Kesemuanya itu yaitu syirik yang harus dijauhi oleh seorang hamba semoga ibadahnya itu diterima oleh Tuhan SWT . Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya:
“Sesungguhnya sesuatu yang paling saya takutkan terjadi pada kalian yaitu syrik kecil”, para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa itu syirik kecil ? Rasulullah menjawab : “Riya’”. [HR. Ahmad]
Kemudian firman Tuhan wacana larangan syirik ialah, “Janganlah kau mengadakan sekutu-sekutu bagi Tuhan padahal kalian mengetahui”. [QS. Al-Baqarah :22]
Orang yang rajin beribadah kepada Tuhan SWT namun dalam waktu yang bersamaan ia belum bertaubat dari perbuatan syirik dengan banyak sekali bentuknya, maka semua amal ibadah yang telah dikerjakannya menjadi terhapus dan ia menjadi orang yang merugi di alam abadi kelak, sebagaimana firman Tuhan SWT yang artinya:
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. [QS. Al-An’aam: 88]
“Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kau mempersekutukan (Tuhan), pasti akan hapuslah amalmu dan tentulah kau Termasuk orang-orang yang merugi”. [QS. Az-Zumar: 65]
2. Al-Ittiba’
Al-Ittiba’ (Mengikuti Tuntunan Nabi Muhammad r) merupakan salah satu dari makna syahadat bahwa Muhammad yaitu utusan Tuhan yaitu semoga di dalam beribadah harus sesuai dengan anutan yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Setiap ibadah yang diadakan secara gres yang tidak pernah diajarkan atau dilakukan oleh Nabi Muhammad maka ibadah itu tertolak, walaupun pelakunya tadi seorang muslim yang mukhlis (niatnya tulus lantaran Tuhan dalam beribadah). Karena bahu-membahu Tuhan telah memerintahkan kepada kita semua untuk senantiasa mengikuti tuntunan Nabi Muhammad dalam segala hal, dengan firman-Nya :
“Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.[QS. Al Hasyr : 7]
Dan Tuhan SWT berfirman: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. [QS. Al-Ahzaab: 21]
Dan Rasulullah SAW juga telah memperingatkan semoga meninggalkan segala masalah ibadah yang tidak ada pola atau tuntunannya dari beliau, sebagaimana sabda beliau: “Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada urusannya dari kami maka amal itu tertolak”. [HR. Muslim]
Itulah tadi dua syarat yang mengakibatkan ibadah seseorang diterima dan diberi pahala oleh Allah, sebagaimana firman-Nya :“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. [QS. Al Kahfi : 110]
Berkata Ibnu Katsir di dalam menafsirkan ayat ini : “Inilah 2 landasan amal yang diterima (dan diberi pahala oleh Allah), yaitu harus tulus lantaran Tuhan dan benar / sesuai dengan syari’at Rasulullah .” Jadi kedua syarat ini haruslah ada pada setiap amal ibadah yang kita kerjakan dan tidak boleh terpisahkan antara yang satu dan yang lainnya. Mengenai hal ini berkata Al Fudhoil bin ‘Iyadh :
“Sesungguhnya andaikata suatu amalan itu dilakukan dengan tulus namun tidak benar (tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad ), maka amalan itu tidak diterima. Dan andaikata amalan itu dilakukan dengan benar (sesuai dengan tuntunan Nabi ) tapi tidak ikhlas, juga tidak diterima, sampai ia melakukannya dengan tulus dan benar. Ikhlas semata lantaran Allah, dan benar apabila sesuai dengan tuntunan Nabi ”.
Maka barang siapa mengerjakan suatu amal dengan didasari tulus lantaran Tuhan semata dan cocok dengan tuntunan Rasulullah pasti amal itu akan diterima dan diberi pahala oleh Allah. Akan tetapi jika hilang salah satu dari dua syarat tersebut, maka amal ibadah itu akan tertolak dan tidak diterima oleh Tuhan I. Hal inilah yang sering luput dari perhatian orang banyak lantaran hanya memperhatikan satu sisi saja dan tidak memperdulikan yang lainnya. Oleh lantaran itu sering kita dengar mereka mengucapkan : “yang penting niatnya, jika niatnya baik maka amalnya akan baik”.
Perlu diketahui bahwa perilaku ittiba’ (berupaya mengikuti tuntunan Nabi Muhammad r) tidak akan tercapai / terwujud kecuali apabila amal ibadah yang dikerjakan sesuai dengan syari’at dalam 6 (enam) perkara, yaitu :
1. Sebab
Jika seseorang melaksanakan suatu ibadah kepada Tuhan dengan lantaran yang tidak di syari’atkan, maka ibadah tersebut yaitu bid’ah dan tertolak. Contohnya: ada orang melaksanakan sholat Tahajjud khusus pada malam 27 Rajab dengan dalih bahwa malam itu yaitu malam Isro Mi’rajnya Nabi Muhammad r. Sholat Tahajjud yaitu ibadah yang dianjurkan, tetapi lantaran dikaitkan dengan lantaran tersebut yang tidak ada syari’atnya, maka ia menjadi bid’ah.
2. Jenis
Ibadah harus sesuai dengan syari’at dalam jenisnya. Contohnya: bila seseorang menyembelih kuda atau ayam pada hari Iedul Adha untuk korban, maka hal ini tidak sah lantaran jenis yang boleh dijadikan untuk korban yaitu unta, sapi dan kambing.
3. Bilangan
Kalau ada orang yang menambahkan rokaat sholat yang menurutnya hal itu diperintahkan, maka sholatnya itu yaitu bid’ah dan tidak diterima oleh Allah. Kaprikornus apabila ada orang yang sholat Dhuhur 5 rokaat atau sholat Shubuh 3 rokaat dengan sengaja maka sholatnya tidak diterima oleh Tuhan lantaran tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad.
4. Tata Cara
Seandainya ada orang berwudhu dengan membasuh kaki terlebih dulu gres lalu muka, maka wudhunya tidak sah lantaran tidak sesuai dengan tata cara yang telah disyari’atkan oleh Tuhan dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an Al-Karim dan Al-Hadits Asy-Syarif.
5. Waktu
Apabila ada orang yang menyembelih korban sebelum sholat hari raya Idul Adha atau mengeluarkan zakat Fitri setelah sholat hari raya Idul Fitri, atau melaksanakan shalat fardhu sebelum masuk atau setelah keluar waktunya, maka penyembelihan binatang korban dan zakat Fitrinya serta shalatnya tidak sah lantaran tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh syari’at Islam, yaitu menyembelih binatang korban dimulai setelah shalat hari raya Idul Adha sampai sebelum matahari terbenam pada tanggal 13 Dzul Hijjah (hari Tasyriq ketiga), dan mengeluarkan zakat Fitri sebelum dilaksanakannya sholat Idul Fitri.
6. Tempat
Apabila ada orang yang menunaikan ibadah haji di daerah selain Baitulah Masjidil Haram di Mekah, atau melaksanakan i’tikaf di daerah selain masjid (seperti di pekuburan, gua, dll), maka tidak sah haji dan i’tikafnya. Sebab daerah untuk melaksanakan ibadah haji yaitu di Masjidil Haram saja, dan ibadah i’tikaf tempatnya hanya di dalam masjid.
Sehingga dengan memperhatikan enam masalah tersebut, maka kita sanggup mencocokkan/mengoreksi apakah amal ibadah yang kita lakukan sudah sesuai dengan syariat Tuhan dan Rasul-Nya atau tidak?.
Demikian pembahasan singkat wacana syarat-syarat utama diterimanya amal ibadah. Semoga bermanfaat bagi kita semua di dunia dan akhirat. Amiin…