Kisah Mengharukan: Suamiku.. Aku Memaafkan dan Setia Padamu Karena Tuhan SWT
Awalnya sebagai perempuan tentu saya mendambakan seorang suami yang menyayangiku setulus hati alasannya ialah Allah, bisa membimbingku dunia akhirat, yang kelak akan menjagaku dan anak-anakku dari segala macam bahaya, dan mencukupkan kehidupan keluarga kami. Ya itulah impian setiap perempuan muslim, tak lebih dan tak kurang. Namun terlalu berat cobaan yang kuterima, akan kuceritakan kisahku yang semoga sanggup kalian jadikan pelajaran dalam hidup kalian sebagai muslimah yang ingin menikah ataupun yang sudah mempunyai suami.
Awal berjumpa dengannya ialah ketika saya dijodohkan oleh orang tuaku, bergotong-royong saya tidak terlalu menyukainya alasannya ialah saya mempunyai calonku sendiri yang sudah kukenal usang dan kuketahui watak serta ibadahnya. Tetapi alasannya ialah paksaan orang bau tanah yang menjamin kebahagiaan ku alasannya ialah kemapanannya dan menyuruhku untuk tidak durhaka ke orang bau tanah akupun terpaksa mengiyakannya. Kalau saja ketika itu saya lebih mementingkan perkataan Rasulullah perihal hak seorang perempuan dalam mendapatkan calon suami dan berani mengutarakan ini ke orang tuaku mungkin kehidupanku akan berbeda pikirku.
Ilustrasi |
Rasul pernah menyampaikan ini dalam sabdanya: ‘Aisyah berkata; “Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai seorang gadis yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah harus meminta izin darinya atau tidak?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Ya, dia dimintai izin.” ‘Aisyah berkata; Lalu saya berkata kepada beliau; “Sesungguhnya dia malu (mengemukakannya).” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika dia diam, maka itulah izinnya.” (H.R. Muslim)
Bahkan pembangkangan seorang perempuan terhadap ayahnya atau ibunya dalam hal pilihan suami, tidak tergolong kedurhakaan. Bukhari meriwayatkan;
Dari Khansa’ binti Khidzam Al Anshariyah; bahwa ayahnya mengawinkannya -ketika itu ia janda-dengan laki-laki yang tidak disukainya, kemudian dia menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan dia membatalkan pernikahannya. (HR. Bukhari)
Riwayat Ahmad berbunyi; Dari Ibnu Abbas; bahwasannya anak perempuan Khidzam menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan bahwa ayahnya telah menikahkan dirinya, padahal ia tidak menyukainya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberinya hak untuk memilih. (H.R. Ahmad)
Dalam hadist ini menjelaskan seandainya pembangkangan Khonsa’ binti Khidzam kepada ayahnya dalam hal pilihan suami termasuk kedurhakaan, pasti Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam akan memerintahkan Khonsa’ taat atas keputusan ayahnya dalam hal pilihan suami. Ketika Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam justru memperlihatkan pilihan kepada Khonsa’ untuk membatalkan ijab kabul atau melanjutkannya, maka hal ini memperlihatkan bahwa menentukan suami ialah hak besar perempuan yang bahkan menjadi Takhsish atas keumuman perintah taat kepada Ayah/wali atau perintah berbakti kepada orang tua.
Tetapi sehabis saya berfikir tak pantas saya menyesalinya, alasannya ialah semua terjadi atas kehendak Allah. Jika saya menyesalinya, sama dengan saya menyalahi takdir yang Tuhan gariskan padaku. Tugasku ialah mensyukuri apapun dukungan Tuhan dan menjalani segala sesuatunya sesuai dengan syariat “Tiada suatu peristiwa pun yang menimpa di Bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya” (QS. Al Hadid : ayat 22)
“Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku.” (HR. al-Bukhâri no. 7066- cet. Daru Ibni Katsir dan Muslim no. 2675)
Akhirnya saya mencoba untuk mencintainya tentu dengan niat ibadah untuk Allah, dan kesannya saya terbiasa. Satu setengah tahun ijab kabul kami berjalan, kami dikaruniai seorang putra. Tak pelak kehidupan keluargaku makin bertambah ramai dengan datangnya titipan Tuhan ini, namun tak sesuai dengan apa yang saya impikan. Suamiku mulai berubah, sering terlambat pulang kerja, bahkan terkadang sering menginap. Saat kutanya dia malah membentakku dengan kata-kata bernafsu hingga bayi kecil kami menangis alasannya ialah teriakannya. Aku hanya menangis dan mengadukan ini ke Tuhan berharap dia menerima hidayahNya. Akupun tidak memendam sedikitpun amarah lagi kepada suamiku, saya tetap melayaninya sebagai istri dan mensyukuri segala pemberiannya sebagaimana hadist ini: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata saya dapati kebanyakan penghuninya ialah kaum perempuan yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) pasti dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Seiring waktu berjalan, dia semakin bernafsu bahkan terkadang nafkah yang diberikan semakin berkurang. Saat kutanya apakah ada problem di kantornya dia malah menyuruhku bekerja untuk mencari perhiasan buat biaya hidup kami, semakin berat perjuanganku untuk beribadah kepada Tuhan ialah ketika mertuaku ikut membenciku alasannya ialah alasan yang tidak jelas. Ia sering bilang saya boros dan tak pintar menjaga suamiku, kerap kata-kata yang menyakitkan pun terlontar untukku. Aku tetap bersabar dan terus mendoakan mereka berdua, berbekal gelar sarjana ekonomi akupun mencari kerja.
Akhirnya saya diterima kerja disebuah perusahaan di kota, tak jarang kubawa anakku ketika bekerja atau kalaupun terlalu sibuk kutitipkan putrakku kepada ayah-ibuku, ketika mereka bertanya mengapa saya bekerja kujawab dengan datar “aku hanya ingin menyibukan diri dan menyiapkan bekal lebih banyak untuk putrakku”. Semakin sakit hatiku ketika orang tuaku menyampaikan kalau saya tidak becus menjadi ibu dan istri, alasannya ialah sudah mempunyai suami mapan tetapi malah menyibukan diri untuk bekerja. Aku hanya diam, tak ku jelaskan soal problem dikeluargaku bahwa suamiku sendirilah yang menyuruhku kerja. Aku tak ingin orang tuaku merasa bersalah alasannya ialah pilihan mereka.
“Bersabarlah kalian alasannya ialah sesungguhnya Tuhan bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: Ayat 46)
Beberapa tahun saya bekerja kini, saya tetap masih mendapatkan perlakuan kasar. Terkadang ketika suamiku murka dengan alasan tidak jelas, saya tetap meminta maaf padanya dengan kata-kata lembut supaya saya diizinkan tidur disampingnya. Kujalankan tugasku sebagai seorang istri sesuai syariat agama sebagaimana hadist Rasulullah saw: “Maukah saya beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni nirwana yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana bila suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak sanggup tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
Suatu ketika, alasannya ialah badanku yang tiba-tiba terasa tidak lezat saya meminta izin pulang dari kantor lebih cepat. Kujemput anakku memakai taksi di rumah orang tuaku alasannya ialah sudah tak berpengaruh badanku rasanya ingin tidur dirumah. Saat pulang kutengok kendaraan beroda empat suamiku di dalam pagar, saya terheran dan ketika saya masuk saya melihat sendal seorang wanita. Kutidurkan anakku di kamarnya kemudian kutengok kamarku, betapa hancur dan marahnya diriku ketika melihat suamiku berzina dengan perempuan lain di kamar kami. Tersontak saya berteriak, dan suamiku keluar dengan perempuan itu. Suamiku menamparku, dan dia bilang dia bosan denganku dia kemudian pergi dengan perempuan itu dan tidak pernah kembali. Betapa hancur hatiku, ingin pingsan rasanya alasannya ialah kondisi badanku yang sangat lemah namun kudengar anakku berlari kearahku dan memelukku berkata “Bunda kenapa menangis? Ayah kemana? Bunda jangan sedih, saya bisa ko jagain bunda.” Subhanallah, saya mencoba berpengaruh dan sabar. Semakin deras air mataku, kuucap syukur kepada Tuhan alasannya ialah Dia memberiku seorang permata hati ini yang begitu mencintaiku dan bisa ada bersamaku ketika ini.
Kusegerakan diri untuk shalat Ashar, alasannya ialah waktu sudah menandakan pukul 15.25 sore. Aku bersujud kepada Allah, karna saya tau ketika tak ada daerah untuk bersandar, selalu ada daerah untuk bersujud. Setiap hari semakin ingin rasanya saya menghabiskan waktuku untuk beribadah alasannya ialah jujur saja, ketika saya beribadah semakin berpengaruh dan tulus saya menghadapi ini. Tentunya tak kutinggalkan tanggung jawab untuk bekerja dan mengurus anakku.
Suatu malam membaca Al-Qur’an kutemukan beberapa bagian ayat yang bahkan hingga ketika ini selalu masih terngiang. “dan Aku jadikan sebahagian dari kalian cobaan bagi sebahagian yang lain. Bisakah kalian tabah?” (QS. Al-Furqon; Ayat 20)
“Dialah yang mengakibatkan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kau yang lebih baik amalnya" (QS. Al-Mulk; Ayat 2)
“Sesungguhnya siapa yang bertakwa dan bersabar maka sungguh Tuhan tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: ayat 90)
“Dan bersabarlah, sesungguhnya Tuhan beserta orang-orang yang sabar.” (QS, Al-Anfal: ayat 46).
“Dan berikan informasi bangga kepada orang-orang yang bersabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un’. Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang tepat dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang menerima petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: ayat 155-157).
“Janganlah kalian merasa takut dan janganlah kalian merasa sedih,dan bergembiralah dengan nirwana yang dijanjikan Tuhan kepada kalian.Kami ialah pelindung-pelindung kalian di dalam kehidupan dunia dan akhirat.” (QS. Fushshilat: ayat 30-31).
Aku rasa Allah-lah yang membimbingku supaya membaca beberapa ayat ini, kesannya semakin berpengaruh diriku, bahkan Tuhan mempertemukanku dengan sahabatku yang usang tak berjumpa untuk menghiburku. Kuceritakan semua masalahku padanya, kemudian terlontar kata-kata yang membuatku semakin tegar: Dia berkata “Jangan pernah menghitung apa yang sudah pergi darimu, cobalah hitung apa yang kau punya ketika ini. Kamu masih mempunyai Tuhan dan anakmu, jangan kau sia-siakan waktumu untuk hal yang tidak penting. Kamu masih mempunyaiku sebagai sahabatmu bila kau ingin bercerita, kau masih mempunyai anakmu untuk menemanimu, dan kau masih mempunyai Tuhan untuk menjagamu”
Akhirnya kujalani hidupku untuk membesarkan anakku dengan berbekal keikhlasan ku menjalani ini alasannya ialah Allah, orangtuaku pun tak jarang mengunjungi ku. Mereka merasa bersalah atas apa yang terjadi padaku, namun kukuatkan mereka dan menyampaikan kalau saya baik-baik saja. Saat itu perjuanganku semakin berat alasannya ialah kebutuhan yang semakin banyak tidak sepadan dengan penghasilanku. Aku terus berdoa dan mencoba memulai usaha kecil-kecilan menjual camilan manis di tempatku bekerja. Ada firman Tuhan yang mengatakan:
“Sesungguhnya Kami akan menguji kau dengan sedikit perasaan takut (kepada musuh) dan (dengan merasakan) kelaparan, dan (dengan berlakunya) kekurangan dari harta benda dan jiwa serta hasil tanaman. Dan berilah kabar bangga kepada orang-orang yang sabar" (QS Al-Baqarah, ayat 155).
“Hanyalah orang-orang yang bersabar itu diberikan pahala mereka tanpa batasan.” (QS Az-Zumar: Ayat 10)
Walaupun penuh perjuangan, alhamdulillah lancar dan saya bisa menyisihkan bertahap uang. Akhirnya saya memulai usaha kuliner kecil-kecilan di bersahabat pasar bersama sahabatku untuk menambah penghasilanku. Dengan waktu yang tidak usang usahak baruku bersama temanku lancar dan terbilang sukses. Secara tak pribadi niat untuk membahagiakan dan menafkahi anakku malah menjadi kesibukan baruku yang seolah-olah melupakan masa laluku. Akupun selalu mengakibatkan hadist Rasulullah dan firman Tuhan SWT ini contoh untuk terus berjuang melawan masa laluku bahwa masih banyak orang yang lebih menderita dariku: “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian dan jangan melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian ini (melihat ke bawah) akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Tuhan yang diberikan-Nya kepada kalian.” (HR. Muslim).
“Sesungguhnya Tuhan tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. ar-Ra’du, ayat 11).
Mengingat hal ini, membuatku berfikir “mengapa tak kucoba membantu orang-orang disekitarku yang lebih banyak mendapatkan ujian hidup? Bukankah itu juga akan membantuku kelak supaya lebih tegar dalam menghadapi ujian hidup” Seperti firman Tuhan SWT dan hadist ini:
“Dan gotong royong engkau semua atas kebaikan dan ketaqwaan.” (QS. Al-Maidah: 2)
“Allah SWT menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya” (H.R. Muslim)
“Seseorang Muslim itu ialah saudara Muslim yang lain. Dia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada musuh), barangsiapa yang menunaikan hajat saudaranya nescaya Tuhan akan menunaikan hajatnya, dan barangsiapa yang menghilangkan daripada seorang Muslim satu kesusahan nescaya Tuhan akan menghilangkan satu kesusahan daripada kesusahan-kesusahannya pada hari simpulan zaman kelak, dan barangsiapa yang menyembunyikan (keaiban) seorang muslim nescaya Tuhan akan menyembunyikan (keaibannya) pada hari kiamat.” (HR Bukhori dan Muslim)
Akhirnya kucoba ikut banyak sekali macam organisasi sosial dan mengajak anakku, sekaligus mengajarkan anakku yang tumbuh cerdik balig cukup akal untuk saling membantu sesama. Alhamdulillah Tuhan melimpahkan rejeki yang melimpah, sehingga saya bisa membuat beberapa panti dan daerah bernaung untuk saudara-saudariku kaum muslim yang membutuhkan.
“Sesiapa yang bersedekah soleh daripada lelaki atau perempuan, sedang dia beriman,maka sesungguhnya Kami (ALLAH) akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik, dan sesungguhnya Kami akan membalas mereka akan pahala mereka dengan jawaban yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Nahl, ayat 97)
Namun kurasa ujian untukku belum selesai, tak jarang laki-laki yang mendekatiku. Aku tak berani untuk kearah sana karna saya masih berusaha setia kepada suamiku (yang biarpun sudah bertahun-tahun tidak pulang tidak ada kabar tanpa menceraikanku) dan berharap dia menerima hidayah setidaknya untuk menengok anaknya saja. Aku tak ingin dia kembali alasannya ialah kasihan atau hal-hal lain tanpa keikhlasan yang tidak mencintaiku lagi, kupasrahkan semuanya kepada Tuhan alasannya ialah Dia-lah yang bisa membolak-balikan hati manusia:
”Sesungguhnya kau tidak akan sanggup memberi petunjuk kepada orang yang kau kasihi, tetapi Tuhan memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Tuhan lebih mengetahui orang-orang yang mau mendapatkan petunjuk” (QS. Al-Qashash : 56)
Tak usang kudengar dari beberapa sobat suamiku, bahwa dia terbelit hutang dan ditinggalkan selingkuhannya untuk menduakan ke laki-laki lain yang lebih kaya. Hatiku merasa kasihan, kesannya kutitipkan uang kepada temannya untuk dia tanpa harus memberitahukannya bahwa itu uang dariku. Semakin berjalannya waktu, anakku tumbuh besar dan saya berhasil membuatnya menjadi sarjana. Dia tak pernah sedikitpun meninggalkanku, Tuhan memberikanku putra yang didambakan semua orang tua, ibadahnya rajin, berwajah tampan, dan tak pernah mengecewakanku apapun bentuknya.
Mungkin doa ku yang sebelum saya mempunyai anak yang selalu kupanjatkan tiap waktu:(Robbi hablii min ladunka dzurriyyatan thoyyibah, innaka samii’ud du’aa’)
Artinya:
“Ya Tuhanku, berilah saya dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa” (QS. Ali Imran : 38)
(Robbi hablii minash shoolihiin)
Artinya: “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (anak) yang termasuk orang-orang yang sholeh” (QS. Ash Shafat : 100)
Akhirnya tibalah ketika anakku akan menikah dengan seorang perempuan muslimah yang baik agamanya dan sangat cantik, ketika saya hendak mengantarnya mencari gedung untuk resepsi ijab kabul untuknya. Tiba-tiba tiba seorang polisi mengabarkan bahwa ada laki-laki yang selamat dari usaha perampokan dan sedang terbaring dirumah sakit alasannya ialah keadaanya kritis usai berusaha menyelamatkan diri, dan sesuai dugaanku itu suamiku. Saat hendak pergi, anakku melarangku dan menyampaikan biar saja. Tapi saya tetap harus menemuinya dan anakku pun terpaksa menemaniku. Saat kutemui di rumah sakit, beberapa tulangnya patah alasannya ialah melompat dari daerah tinggi berusaha melarikan diri dan kepalanya terbentur keras. Dia masih tergeletak koma, hingga ku temani hingga dia sadar di sampingnya.
Saat sadar, dia menangis dan meratapi perbuatannya tetapi anakku malah membentaknya. Semakin banyak kucuran air matanya, sehingga saya meminta anakku untuk meminta maaf kepadanya. Aku mengingatkannya kepada firman Tuhan SWT dalam salah satu ayat-Nya: “Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Tuhan menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Qs. Ali-Imran: 134)
Dia menangis karna gres kali ini melihat anaknya, dan diriku yang ternyata masih setia menjaga kehormatanku sebagai seorang istri. Dia menyampaikan bahwa hendak menuju tempatku untuk meminta maaf, dan hendak mengembalikan uang yang saya pernah berikan. Namun tak diduga ada beberapa perampok yang mengikutinya. Akupun meminta maaf kepadanya kerena hingga membiarkannya begini, saya menangis meratapi sebagai istri yang tidak sanggup berbakti kepada suami. Sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya, dia menyampaikan bahwa melihatku dimimpinya ketika koma bahwa saya kelak berada di surga. Dan dia mengucapkan kata-kata yang membuatku menangis diakhir hidupnya yang sedang diambang kesadaran, dia mengucapkan
“Apa kau tau istriku, engkaulah sebaik-baiknya istri, dan engkaluah sebaik-baiknya wanita. Maafkanlah saya yang telah menyia-nyiakanmu. Ketahuilah : “Jika seorang perempuan selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulanRamadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada perempuan yang mempunyai sifat mulia ini, “Masuklah ke dalam nirwana melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyampaikan bahwa hadits ini shahih)
Sebagai suami saya meridhaimu memasuki nirwana Allah....
Setelah itu ia meninggal dengan senyuman dan tetesan air mata yang keluar dari matanya tertutup. Aku sempat kaget karna dia bisa mengucapkan kata-kata itu dengan hadist yang ditujukan untuk kemuliaan seorang istri padahal setauku pengetahuan agamanya biasa-biasa saja entah apa saja yang dia lakukan sehabis pergi dari rumah. Hanya ada satu yang terfikir olehku, bahwa Tuhan telah menuntunnya untuk mengucapkan itu.
Aku pun mencium keningnya dan mengucap “Aku setia kepadamu alasannya ialah Tuhan ketahuilah tujuanku hanyalah cinta dan kasih sayang Tuhan serta syurga-Nya itu ialah hal yang terbaik dari segala yang terbaik yang kuinginkan di dunia ini, saya memaafkanmu suamiku.. alasannya ialah Allah, dan semoga Tuhan mengampuni segala dosamu”. Aku dan anakku pun menangis.
Sesungguhnya di dunia ini ada jutaan orang menderita dan sengsara, tetapi tidak semuanya menjadi mulia di sisi Allah. Seorang hamba yang beriman, bisa menyulap penderitaan menjadi kemuliaan, empedu menjadi madu, dan luka menjadi ceria.
Sesungguhnya orang-orang yang berkata :
“Tuhan kami ialah “ ALLAH ” kemudian mereka beristiqamah (berketetapan hati) (tetap berjalan lurus di jalan Allah) , turunlah atas mereka para Malaikat (sambil berkata) , “ Janganlah takut dan jangan berduka cita dan terimalah informasi bangga dengan nirwana yang dijanjikan kepada-mu. Kamilah (Allah dan para malaikat-Nya) pelindung-pelindung kau dalam penghidupan didunia ini dan di alam abadi dan didalamnya kau memperoleh apa yang diinginkan dirimu dan kau memper oleh (pula) didalamnya apa yang kau minta.” (QS. Fushshilat , 41 : 30-31-33)
Semoga banyak nasihat dan pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini, Barakallah...