Kisah Nyata: Perempuan Cantik Jelita Kena Azab di Tanah Suci
Selama hampir sembilan tahun menetap di Mekah sambil menguruskan jemaah haji dan umrah, saya telah melalui banyak sekali pengalaman menarik dan yang pahit. Bagaimana pun, dalam banyaknya insiden yang saya alami, ada satu insiden yang tidak akan pernah saya sanggup lupakan. Kisah ini terjadi kepada seorang perempuan yang berusia di pertengahan 30-an pada ketika saya mengurus satu rombongan haji.
Setibanya perempuan tersebut dan rombongan haji di Lapangan Terbang Jeddah kami sambut dengan sebuah bus. Semuanya terlihat riang lantaran ini yaitu pertama kalinya mereka melaksanakan haji. Setelah itu saya membawa mereka menaiki bus dan dari situ, kami menuju ke Madinah.
Alhamdulillah, segalanya berjalan lancar hingga kami hingga di Madinah. Tiba di Madinah, semua orang turun dari bus. Turunlah mereka satu persatu hingga tiba pada giliran perempuan tersebut. Tanpa lantaran yang terperinci tiba-tiba perempuan itu jatuh tidak sadarkan diri, yang secara eksklusif sehabis menginjak bumi Madinah.
Sebagai orang yang dipertanggungjawabkan mengurus jemaah itu, saya pun bergegas menuju ke arah perempuan tersebut. “Jemaah ini sakit” kata saya pada jemaah-jemaah yang lain.
Gambar Hanya Ilustrasi |
Suasana yang tadinya hening serta merta bertukar menjadi cemas dan semua jemaah terlihat panik atas insiden ini.
“Badan beliau panas dan menggigil. Jemaah ini tak sadarkan diri, cepat tolong saya…kita bawa beliau ke rumah sakit” kata saya. Tanpa membuang waktu, kami mengangkat perempuan tersebut dan membawanya ke rumah sakit Madinah yang terletak tidak jauh dari situ. Sementara itu, jemaah yang lain diantar ke kawasan penginapan masing-masing. Sampai di rumah sakit Madinah, perempuan itu masih belum sadarkan diri. Berbagai perjuangan dilakukan oleh dokter untuk memulihkannya, namun semuanya gagal.
Sementara itu, kiprah mengurus jemaah perlu saya teruskan. Saya terpaksa meninggalkan perempuan tersebut di rumah sakit. Namun dalam kesibukan menguruskan jemaah, saya menghubungi rumah sakit Madinah untuk mengetahui perkembangan perempuan tersebut. Namun, saya diberi kabar bahwa beliau masih tidak sadarkan diri. Selepas dua hari, perempuan itu masih juga tidak sedarkan diri. Saya makin cemas, maklumlah, itu yaitu pengalaman pertama saya berhadapan dengan situasi ibarat itu.
Semua perjuangan untuk memulihkannya gagal, maka perempuan itu dibawa ke rumah sakit Abdul Aziz Jeddah untuk mendapat perawatan lanjut lantaran rumah sakit di Jeddah lebih lengkap kemudahannya dibandingkan rumah sakit Madinah. Namun perjuangan untuk memulihkannya masih tidak berhasil. Jadwal Haji harus diteruskan. Kami berangkat ke Mekah untuk mengerjakan ibadah haji. Selesai haji, saya eksklusif pergi ke Jeddah. Malangnya, hingga rumah sakit Abdul Aziz, saya diberitahu oleh dokter bahawa perempuan tersebut masih koma. Bagaimanapun, kata doktor, keadaannya stabil. Melihat keadaannya itu, saya ambil keputusan untuk menunggunya di rumah sakit.
Setelah dua hari menunggu, hasilnya perempuan itu membuka matanya. Dari sudut matanya yang terbuka sedikit itu, beliau memandang ke arah saya dan terus memeluk saya dengan bersahabat sambil menangis terisak-isak. Ketika itu saya sangat bingung, Saya bertanya kepada perempuan tersebut,
“Kenapa kau menangis?”
“Ustazah….saya taubat Ustazah. Saya menyesal, saya takkan berbuat lagi hal-hal yang tidak baik. Saya bertaubat, betul-betul bertaubat.”
“Kenapa kau tiba-tiba ingin bertaubat?” tanya saya masih dalam keadaan bingung. Wanita itu terus menangis terisak-isak tanpa menjawab pertanyaan saya itu. Tidak usang kemudian beliau bersuara, menceritakan kepada saya mengapa beliau berkelakuan demikian, dongeng yang bagi saya perlu diambil hikmahnya oleh kita semua.
Katanya, “Ustazah, saya ini sudah berumah tangga, menikah dengan lelaki orang kulit putih. Tapi saya salah. Saya ini cuma Islam pada nama dan keturunan saja. Saya tak pernah mengerjakan ibadah. Saya tidak sholat, tidak puasa, semua amalan ibadah saya dan suami tidak pernah saya kerjakan, rumah saya penuh dengan botol minuman.
Dengan bunyi tersekat-sekat, perempuan itu menceritakan, “Ustazah…Allah itu Maha Besar, Maha Agung, Maha Kaya. Semasa koma , saya telah diazab dengan siksaan yang benar-benar pedih atas segala kesalahan yang telah saya buat selama ini.
“Betulkah?” tanya saya terkejut. “Betul Ustazah. Selama koma itu saya telah ditunjukkan oleh Yang Mahakuasa perihal jawaban yang Yang Mahakuasa beri kepada saya. Balasan azab Ustazah, bukan jawaban syurga.
Saya rasa ibarat diazab di neraka. Saya ini seumur hidup tak pernah pakai jilbab. Sebagai balasan, rambut saya ditarik dengan bara api. Sakitnya tidak sanggup saya ceritakan dengan kata-kata.
Menjerit-jerit saya minta ampun minta maaf kepada Allah.” “Bukan itu saja, buah dada saya pun diikat dan dijepit dengan penjepit yang dibentuk daripada bara api, kemudian ditarik ke sana-sini…putus, jatuh ke dalam api neraka. Buah dada saya hancur terbakar, panasnya bukan main. Saya menjerit, menangis kesakitan. Saya masukkan tangan ke dalam api itu dan saya ambil buah dada itu kembali .”
Tanpa mempedulikan pasien lain, suster pun memerhatikan perempuan itu terus bercerita. Menurutnya lagi, setiap hari beliau disiksa, tanpa henti, 24 jam sehari. Dia tidak diberi waktu untuk beristirahat atau dilepaskan dari hukuman, sepanjang masa koma itu dilaluinya dengan azab yang amat pedih.
Dengan bunyi terbata-bata, dengan berlinangan air mata, perempuan itu meneruskan ceritanya, “Hari ke hari saya disiksa. Bila rambut saya ditarik dengan bara api, sakitnya terasa ibarat kulit kepala yang ikut terlepas. Panasnya juga menyebabkan otak saya terasa ibarat menggelegak.
Azab itu pedih…pedih yang amat sangat…tidak sanggup saya ungkapkan. Sambil bercerita, perempuan itu terus meraung, menangis terisak-isak. Terlihat beliau betul-betul menyesal atas semua kesalahannya. Saya pun termenung, kaget dan menggigil mendengar ceritanya. Sangat pedih jawaban Yang Mahakuasa kepada umatnya yang ingkar.
“Ustazah… buat saya, Islam hanya nama saja, tapi saya minum alkohol, saya main judi dan segala macam dosa besar. Karena saya suka makan dan minum apa yang diharamkan Allah, semasa tidak sadarkan diri itu saya telah diberi makan buah-buahan yang berduri tajam.
Buah yang tak berisi melainkan hanya duri-duri saja, tapi saya sangat ingin memakannya, lantaran saya benar-benar merasa lapar.
“Bila ditelan buah-buah itu, duri-durinya menusuk kerongkongan saya dan bila hingga ke perut terasa menusuk perut saya. Sedangkan jari yang tertusuk jarum pun terasa sakitnya.
Setelah buah-buah duri itu habis, saya diberi makan berupa bara-bara api. Pada ketika saya masukkan bara api itu ke dalam mulut, seluruh tubuh saya rasanya ibarat terbakar hangus. Panasnya cuma Yang Mahakuasa saja yang tahu. Api yang ada di dunia ini tidak akan sama dengan kepanasannya. Setelah memakan bara api itu, saya meminta minuman, tapi…saya dihidangkan dengan minuman yang dibentuk dari nanah. Baunya cukup busuk, saya terpaksa meminumnya lantaran saya sangat merasa haus. Semua terpaksa saya lalui, tak pernah saya alami sepanjang hidup di dunia ini.”
Saya terus mendengar dongeng perempuan itu dengan tekun. Sangat terasa kebesaran Allah. “Semasa diazab itu, saya merayu memohon kepada Yang Mahakuasa biar diberikan nyawa sekali lagi, berilah saya peluang untuk hidup sekali lagi. Tak berhenti saya memohon. Saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan saya. Saya berjanji tidak akan ingkar atas perintah Yang Mahakuasa dan akan jadi umat yg soleh. Saya berjanji jika saya dihidupkan kembali, saya akan perbaiki segala kekurangan dan kesalahan saya dahulu, saya akan mengaji, akan sholat, akan puasa yang selama ini saya tinggalkan.”
Saya terdiam mendengar dongeng perempuan itu. Benarlah, Yang Mahakuasa itu Maha Agung dan Maha Berkuasa. Kita insan ini tak akan terlepas dari balasanNya. Kalau baik amalan kita maka oke jawaban yang akan kita terima, jika jelek amalan kita, maka azablah kita di alam abadi kelak.
Alhamdulillah, perempuan itu telah menyaksikan sendiri kebenaran Allah. “Ini bukan mimpi ustazah. Kalau mimpi azabnya tidak akan terasa hingga sepedih ini. Saya bertaubat Ustazah, saya tak akan ulangi lagi kesalahan saya. Saya bertaubat… saya taubat Nasuha,” katanya sambil menangis-nangis. Sejak itu perempuan tersebut benar-benar berubah. Bila saya membawanya ke Mekah, beliau menjadi jemaah yang paling khusuk.
Amal ibadahnya tak pernah berhenti. Contohnya, jika perempuan itu pergi ke masjid pada waktu maghrib, beliau hanya akan balik ke hotelnya selepas sholat subuh. “Kenapa melaksanakan ibadah hingga tidak ingat waktu? kau juga harus menjaga kesehatan. Pulanglah sehabis sholat Isya, makan nasi atau istirahatlah sejenak…” tegur saya.
“Tidak apa-apa Ustazah. saya membawa buah kurma. saya memakannya disaat saya merasa lapar.” Menurut perempuan itu, sepanjang berada di dalam Masjidil Haram, beliau ingin membayar sholat yang ditinggalkannya dahulu.
Selain itu beliau berdoa, mohon kepada Yang Mahakuasa biar mengampunkan dosanya. Saya kasihan melihatkan keadaan perempuan itu, takut lantaran ibadah dan tekanan perasaan yang keterlaluan beliau akan jatuh sakit. Makara saya menasihatkan biar tidak beribadah keterlaluan hingga mengabaikan kesehatannya.
“Tidak boleh Ustazah. Saya takut…saya sudah mencicipi pedihnya azab Tuhan. Ustazah tidak merasa, Ustazah tidak mengetahui rasanya. Kalau Ustaz sudah mencicipi azab itu, Ustazah juga akan menjadi ibarat saya. Saya betul- betul bertaubat.”
Wanita itu juga berpesan kepada saya, katanya, “Ustazah, jika ada perempuan Islam yang tak pakai jilbab, Ustazah ingatkanlah pada mereka, pakailah jilbab. Cukuplah saya saja yang mencicipi siksaan itu, saya tidak mau ada perempuan lain yang mencicipi hal ibarat yang saya sudah rasakan. Semasa diazab, saya melihat larangan-larangan Allah, salah satunya yaitu setiap sehelai rambut perempuan Islam yang sengaja diperlihatkan kepada lelaki yang bukan mahromnya, maka beliau diberikan satu dosa. Kalau ada 10 lelaki yang bukan mahrom melihat sehelai rambut saya ini, maka saya mendapat 10 dosa.”
“Tapi Ustazah, rambut saya ini banyak jumlahnya, beribu-ribu. Kalau seorang melihat rambut saya, itu berarti beribu-ribu dosa yang saya dapat. “Saya berniat, sepulang saya dari haji ini, saya minta tolong dari ustazah biar mau mengajarkan suami saya sholat, puasa, mengaji, dan mengerjakan semua ibadah. Saya ingin mengajak suami pergi haji. Seperti saya, suami saya itu Islam pada nama saja. Tapi itu semua yaitu kesalahan saya. Saya sudah membawa beliau masuk Islam, tapi saya tidak membimbing dia. Bukan itu saja, sayalah yang menjadi ibarat orang yang bukan Islam.”
Sejak kembali dari haji itu, saya tidak mendegar dongeng perihal perempuan tersebut. Bagaimana pun, saya percaya beliau sudah menjadi perempuan yang benar-benar solehah. Adakah beliau berbohong kepada saya perihal ceritanya diazab semasa koma? Tidak. Saya percaya beliau berkata benar. Jika beliau berbohong, kenapa beliau berubah dan bertaubat Nasuha? Satu lagi, cobalah bandingkan azab yang diterimanya itu dengan azab yang digambarkan oleh Yang Mahakuasa dan Nabi dalam Al-Quran dan hadish.
Adakah ia berbohong ?
Benar, apa yang terjadi itu memang kita tidak sanggup membuktikannya secara saintifik, tapi bukankah soal dosa dan pahala, syurga dan neraka itu perkara ghaib?
Janganlah bila kita sudah meninggal dunia, bila kita sudah diazab barulah kita mau percaya bahwa “Oh… memang betul apa yang Yang Mahakuasa dan Rasul katakan. Aku menyesal…” Itu sudah terlambat. Raihlah 5 peluang sebelum tiba 5 rintangan, Kaya sebelum miskin, Senang sebelum susah, Sehat sebelum sakit, Muda sebelum bau tanah dan waktu Hidup sebelum mati.
Walahualam Bisawab, Semoga kisah ini membawa kita menjadi umat yang lebih mengerti bahwa dunia bukanlah kawasan terakhir, masih ada akhirat, masih ada alam lain yang sudah menanti kita sebagai mana dituliskan dalam Al Qur’an. Semoga kita menjadi umat yang senantiasa beribadah kepada Allah.