Inilah Hukum Suap Menyuap Dalam Pandangan Islam

Salah satu cara untuk mempermudah suatu urusan ialah dengan melaksanakan praktik suap menyuap atau sering di analogikan dengang uang sogok atau pelicin. Padahal tindakan ini sangat bertentangan dengan agama Islam, meskipun demikian banyak orang masih melaksanakan praktik ini, hanya demi lancarnya tujuan-tujuan duniawi.

Berbagai macam tujuan praktik suap yang dilakukan oleh beberapa orang diantaranya untuk meraih jabatan, pekerjaan, memenangkan sebuah proyek, bahkan untun memuluskan anak duduk dibangku kuliah.


Mirisnya yang melaksanakan praktik suap menyuap ialah mereka orang yang mengaku beragama Islam. Pada kenyataannya di dalam Islam sudah terang dan diatur dalam Al Qur'an, Hadits Rasulullah dan Ijma ulama.

Inilah Hukum Suap Menyuap Dalam Pandangan Islam :

PENGERTIAN RISYWAH (SUAP):
Yang dimaksud risywah (suap/sogok) yakni pinjaman sesuatu dengan tujuan membatalkan suatu yang haq atau untuk membenarkan suatu yang batil.

Al-Fayyumi rahimahullah menyampaikan bahwa risywah (sogok menyogok) secara terminologis berarti pinjaman yang diberikan seseorang kepada hakim atau selainnya untuk memenangkan perkaranya memenuhi apa yang ia inginkan. 

Sedangkan Ibnu Al-Atsir rahimahullah menyampaikan bahwa risywah (suap/sogok) ialah sesuatu yang sanggup mengantarkan seseorang pada keinginannya dengan cara yang dibuat-buat (tidak semestinya).

Dari beberapa pengertian di atas, sanggup kita simpulkan bahwa suap yakni harta yang diperoleh alasannya yakni terselesaikannya suatu kepentingan insan (baik untuk memperoleh laba maupun menghindari kerugian atau bahaya) yang semestinya harus diselesaikan tanpa imbalan.

Atau sanggup juga kita katakan, risywah (suap-menyuap) ialah pinjaman apa saja berupa uang atau yang lain kepada penguasa, hakim atau pengurus suatu urusan biar memutuskan masalah atau menangguhkannya dengan cara yang bathil.

HUKUM SUAP DALAM TINJAUAN SYARIAH

Praktik suap menyuap di dalam agama Islam hukumnya haram menurut dalil-dalil syar’i berupa Al-Qur’an, Al-Hadits, dan ijma’ para ulama. Pelakunya dilaknat oleh Tuhan dan Rasul-Nya.

Terdapat banyak dalil syar’i yang menjelaskan keharaman suap menyuap, di antaranya yakni sebagai berikut:

1. Dalil dari Al-Qur’an Al-Karim, firman Tuhan SWT yang artinya:


“Mereka itu yakni orang-orang yang suka mendengar info bohong, banyak memakan yang haram. jikalau mereka (orang Yahudi) tiba kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka……”. (QS. Al-Maidah: 42).

Di dalam menafsirkan ayat ini, Umar bin Khaththab, Abdullah bin Mas’ud radliyallahu’anhuma dan selainnya menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan as-suhtu (sesuatu yang haram) adalah risywah (suap-menyuap).

Berkenaan dengan ayat di atas, Hasan dan Said bin Jubair rahimahullah menyebutkan di dalam tafsirnya, bahwa yang dimaksud yakni pemakan uang suap, dan ia berkata: “Jika seorang Qodhi (hakim) mendapatkan suap, tentu akan membawanya kepada kekufuran”.

Penafsiran ini semakna dengan firman Tuhan Ta’ala di dalam surat Al-Baqarah ayat 188 yang menjelaskan haramnya memakan harta orang lain dengan cara yang bathil.

Allah SWT berfirman yang artinya:

“Dan janganlah sebahagian kau memakan harta sebahagian yang lain di antara kau dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kau membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kau sanggup memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kau mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188).

Imam Al-Qurthubi mengatakan, “Makna ayat ini yakni janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lainnya dengan cara yang tidak benar.” Dia menambahkan bahwa barangsiapa yang mengambil harta orang lain bukan dengan cara yang dibenarkan syariat maka sesungguhnya ia telah memakannya dengan cara yang batil. Diantara bentuk memakan dengan cara yang batil yakni putusan seorang hakim yang memenangkan kau sementara kau tahu bahwa kau tolong-menolong salah. Sesuatu yang haram tidaklah menjelma halal dengan putusan hakim.” 

Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Haitsami rahimahullah mengatakan, “Janganlah kalian ulurkan kepada hakim pinjaman kalian, yaitu dengan cara mengambil muka dan menyuap mereka, dengan keinginan mereka akan memperlihatkan hak orang lain kepada kalian, sedangkan kalian mngetahui hal itu tidak halal bagi kalian”.

2. Dalil dari Hadits Rasulullah SAW, diantaranya:

Dari Abu Hurairah radliyallahu ’anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat orang yang menyuap dan yang disuap dalam problem hukum.” 


Dan diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam melaknat orang yang memberi suap dan yang mendapatkan suap”. 

Dan diriwayatkan dari Tsauban radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat pemberi suap, peserta suap, dan perantaranya.” 

Hadits-hadits ini memperlihatkan bahwa suap-menyuap termasuk dosa besar, alasannya yakni pelakunya diancam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan Laknat dari Allah. Dan arti laknat ialah terusir dan terjauhkan dari rahmat Allah. Al-Haitami rahimahullah memasukkan suap ke dalam dosa besar yang ke-32.

3. Dalil Ijma’

Para ulama telah setuju secara ijma’ akan haramnya suap menyuap secara umum, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah, Ibnul Atsir, dan Ash-Shan’ani, semoga Tuhan merahmati mereka semua.

Imam Al-Qurthubi rahimahullah di dalam kitab Tafsirnya menyampaikan bahwa para ulama telah setuju akan keharamannya.

Imam Ash-Shan’ani mengatakan, “Dan suap-menyuap itu haram menurut Ijma’, baik bagi seorang qodhi (hakim), bagi para pekerja yang menangani shadaqah atau selainnya. Sebagaimana firman Tuhan Ta’ala, “Dan janganlah sebahagian kau memakan harta sebahagian yang lain di antara kau dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kau membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kau sanggup memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kau mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188).

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam mengatakan, “Suap menyuap termasuk dosa besar alasannya yakni Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat orang yang menyuap dan yang mendapatkan suap, sedangkan laknat tidaklah terjadi kecuali pada dosa-dosa besar. ”