Inilah 3 Panggilan Yang Mahakuasa yang Wajib Dipenuhi Oleh Seorang Hamba
“Tuntunlah aku!”
“Ke mana?”.
“Ke masjid”.
Panggilan Tuhan kepada kita dalam kehidupan ini sangat banyak sifatnya. Sedikitnya ada tiga panggilan Tuhan yang wajib dipenuhi oleh hamba-hamba-Nya.
Pertama, panggilan shalat, yaitu ketika azan berkumandang lima waktu sehari semalam. Seruan lima kali sepanjang 24 jam ini terus menggema susul-menyusul bergantian dari satu masjid ke masjid lainnya. Selesai dari negeri yang satu, berpindah ke belahan bumi yang lain, berputar terus selama bumi masih berotasi mengelilingi porosnya.
Kedua, panggilan haji. Oleh alasannya yakni itulah, mereka yang menunaikan ibadah haji menjawab permintaan itu dengan kalimat talbiah, "Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, saya penuhi. Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, saya penuhi penggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan kekuasaan hanyalah milik-Mu semata, tiada sekutu bagi-Mu".
*Namun, jikalau sobat belum bisa menunaikan ibadah haji. Niatkanlah semenjak awal, dengan begitu sobat sudah memiliki niatan yang berpengaruh untuk pergi haji. Karena pergi haji wajib bagi yang mampu.
Ketiga, panggilan kematian. Sifat insan sering kali menunda-nunda panggilan azan. Begitu juga ketika panggilan haji telah tiba, ia pun belum tergerak memenuhinya, walau sudah mampu. Akan tetapi, terhadap panggilan yang satu ini, tidak ada satu pun yang sanggup menghalanginya, apalagi menundanya. Malaikat Izrail, sang pencabut nyawa, atas perintah Tuhannya akan melakukan perintah Allah. Ia tidak akan mempercepat walau sesaat jikalau belum tiba saatnya. Juga tidak akan mengulur waktu walau sedetik apabila sudah tiba waktunya.
Semua panggilan itu wajib hukumnya untuk dipenuhi. Sebagaimana firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah permintaan Tuhan dan permintaan Rasul apabila menyeru kau kepada suatu yang memberi kehidupan kepadamu.” (QS. Al-Anfal: 24)
Memenuhi permintaan Tuhan terhadap suatu yang memberi kehidupan tentunya akan dilaksanakan dengan segera, menyerupai halnya jikalau ada panggilan untuk pembagian sembako, BLT atau apaun namanya, biasanya tanpa dipanggilpun masyarakatpun akan tiba dengan sendirinya. Namun di sini merupakan permintaan Tuhan kepada orang beriman untuk sesuatu yang sanggup memberi kehidupan yang sebenarnya kepada mereka.
Hanya saja ada perbedaan dalam pemenuhan panggilan Tuhan itu antara generasi terdahulu dengan umat ketika ini. Pemenuhan panggilan itu oleh generasi terdahulu dilaksanakan dengan ringan, penuh dorongan keimanan bahkan dengan semangat yang tinggi walaupun kondisi secara fisik sangatlah lemah. Kisah ini mungkin bisa membantu kita merenungi bagaimana generasi terdahulu memenuhi panggilan Tuhan walau sudah terbaring lemah menunggu janjkematian yang akan menjemputnya.
Amir bin Abdullah bin Zubair terbaring lemah di pembaringannya. Desah nafasnya hanya menunggu waktu janjkematian menjemput saja. Keluarganya berkumpul di sekitarnya sambil menangis menatap kondisinya yang kritis. Amir begitu lemah dan tubuhnya sudah tidak bisa digerakkan.
Ketika itu terdengarlah bunyi azan maghrib berkumandang, ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya : "Tuntunlah aku!"
Mereka bertanya: “Ke mana?”.
Amir berkata: “Ke masjid”.
Mereka berkata: “Dalam kondisimu menyerupai ini?”.
Amir pun menjawab: “Mahasuci Allah, saya mendengar panggilan untuk menunaikan shalat dan saya tidak memenuhinya? Bimbinglah tanganku dan boponglah aku”. Maka ia pun dibopong kemasjid dan ikut shalat berjamaah satu rakaat bersama imam, lalu menghembuskan nafas terakhir dalam sujudnya. (Mauqif fii Az-Zuhd wa Ar-Roqoiq, Abdul Rahman Bakr, Hal 10)
Dengan penuh kesadaran diri dan keinsafan iman, marilah kita penuhi panggilan Tuhan berupa azan shalat ketika memanggil, dan panggilan haji ke tanah suci bila kita telah bisa menunaikannya.
Demikian juga panggilan-panggilan yang lain, menyerupai panggilan dakwah, panggilan jihad, puasa, zakat dan panggilan kebaikan lainnya. Sebelum tiba panggilan Tuhan yang tidak sanggup ditawar-tawar lagi kehadirannya, yakni panggilan kematian. Sementara mereka yang masih hidup pun hanya sanggup berucap, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un."
Sesungguhnya kami yakni milik Tuhan dan sebenarnya kepada-Nyalah kami kembali